Uni Eropa Dikritik Atas Kesepakatan Tarif dengan AS

Pasar Saham Eropa Melonjak Setelah Kesepakatan Dagang dengan AS
Pasar saham Eropa mengalami kenaikan tajam setelah tercapainya kesepakatan dagang antara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Meski ada kelegaan di kalangan investor, banyak pihak tetap merasa khawatir karena dikhawatirkan kesepakatan ini bisa merugikan Eropa dalam jangka panjang.
Pemerintah dan perusahaan di Eropa menarik napas lega setelah kesepakatan dagang antara Uni Eropa dan AS tercapai pada hari Minggu (27/07), yang mengakhiri hampir empat bulan ketidakpastian tarif. Respons pasar sangat positif, dengan saham produsen mobil Eropa melonjak hingga 3% pada pembukaan Senin (28/07). Sementara itu, indeks saham Uni Eropa mencapai level tertinggi dalam empat bulan. Imbal hasil obligasi Eropa juga turun, menunjukkan optimisme bahwa ketegangan dagang transatlantik mulai mereda.
Dalam kesepakatan terbaru, tarif sebesar 15% akan dikenakan pada sebagian besar ekspor dari UE, sementara blok tersebut berkomitmen untuk berinvestasi sebesar €514 miliar ke AS. Tarif di sejumlah sektor masih belum difinalisasi. Meskipun tarif baru ini lebih rendah dibandingkan tarif 25% yang diberlakukan pada produsen mobil Eropa bulan April dan rencana tarif 30% yang sebelumnya dijadwalkan berlaku pada 1 Agustus, tarif ini tetap merupakan lonjakan tajam dibanding tarif 2,5% yang berlaku sebelum masa jabatan kedua Presiden AS Donald Trump.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut tarif baru ini sebagai "kesepakatan yang baik,” seraya menambahkan bahwa hal ini akan mengembalikan "stabilitas” dan "kepastian” dalam perdagangan transatlantik. Ia mengingatkan bahwa "15% bukan angka yang bisa diremehkan, tapi ini adalah hasil terbaik yang bisa kami capai.” Kanselir Jerman Friedrich Merz juga menyuarakan hal serupa, menyebut kesepakatan ini sebagai cara untuk "melindungi kepentingan inti” dan mencegah "eskalasi yang tidak perlu dalam hubungan dagang transatlantik.” Namun, Merz mengakui rasa kecewanya dengan mengatakan, "Saya sangat berharap ada keringanan lebih lanjut.”
Kritik terhadap Kesepakatan
Hasil kesepakatan Uni Eropa disebut "memalukan" oleh banyak pemimpin politik dan bisnis Eropa. Uni Eropa awalnya mengincar tarif sebesar 10%. Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban melontarkan kritik tajam dalam siaran langsung di akun Facebook, mengatakan, "Trump berhasil kalahkan Ursula von der Leyen,” dan menyebut kesepakatan ini "lebih buruk” dibanding kesepakatan yang diraih Inggris pada Mei 2025.
PM Prancis Francois Bayrou menyebut kesepakatan UE-AS ini sebagai "hari yang kelam,” dan menyesalkan bagaimana UE, "sebuah aliansi bangsa-bangsa merdeka yang bersatu untuk menegaskan nilai bersama dan membela kepentingan bersama, kini pasrah pada penaklukan.” Mantan anggota parlemen Eropa Guy Verhofstadt bahkan menyebut kesepakatan ini sebuah "bencana yang memalukan.” Dalam komentarnya di X, ia mengecam tidak adanya "satu pun konsesi dari pihak AS” dan mengkritik pendekatan negosiasi UE yang "buruk.”
Anggota Parlemen Eropa dari Jerman, Bernd Lange, yang juga merupakan ketua komite perdagangan Parlemen Eropa, menulis di X bahwa kesepakatan ini "berat sebelah” dan Brussels telah memberi konsesi yang "sulit diterima.” Pengusaha Prancis Arnaud Bertrand bahkan menyebut kesepakatan ini sebagai "transfer kekayaan satu arah,” dan menambahkan bahwa "ini lebih mirip perjanjian tidak setara yang dulu dipaksakan oleh kekuatan kolonial pada abad ke-19, hanya saja kali ini, Eropa yang dirugikan.”
Keuntungan Bagi Uni Eropa
Kesepakatan ini membantu UE menghindari perang dagang berskala penuh yang bisa sangat mengganggu kepercayaan bisnis dan belanja konsumen di kedua sisi Atlantik. Sebagai antisipasi terhadap tarif AS yang lebih tinggi, Brussels menyiapkan langkah balasan senilai €72 miliar terhadap impor AS, termasuk tarif pada pesawat dan mobil. Opsi tambahan yang sempat dipertimbangkan antara lain pembatasan ekspor pada produk baja dan kimia tertentu, serta kemungkinan tindakan terhadap layanan AS, khususnya di sektor raksasa teknologi dan keuangan.
Meski jauh dari ideal, dampak ekonomi dari kesepakatan ini diperkirakan relatif ringan. Mengutip data dari Kiel Institute for the World Economy (IfW), surt kabar harian bisnis Jerman Handelsblatt melaporkan bahwa tarif ini hanya akan mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) UE sebesar 0,1%. Angka ini jauh lebih rendah dibanding perkiraan Goldman Sachs tahun lalu yang memperkirakan penurunan PDB hingga 1%, jika tarif AS sebesar 10% diberlakukan.
Analisis dan Kritik terhadap Negosiasi
Meski berhasil menghindari perang dagang, Brussels mendapat kritik karena gagal mendapatkan konsesi yang lebih substansial dari Washington. Para analis berpendapat, UE melewatkan peluang penting untuk menegosiasikan pemotongan tarif timbal balik pada ekspor bernilai tinggi dari Eropa, termasuk minuman anggur, alkohol tinggi, dan barang mewah. Beberapa pihak menyarankan agar Brussels memberlakukan pembatasan pada raksasa teknologi dan institusi keuangan AS sebagai tekanan terhadap Trump untuk menurunkan tarif pada mobil dan produk farmasi.
Rencana UE untuk membeli energi AS senilai €647 miliar, ditambah investasi sebesar €514 miliar selama tiga tahun, menuai skeptisisme dari kalangan ekonom terhadap kelayakan komitmen tersebut. Kritikus juga menyoroti keputusan Brussels untuk mundur lebih awal dari tarif balasan, yang dinilai melemahkan posisi tawar blok ini dalam negosiasi. Beberapa pihak juga mencatat bahwa para pemimpin UE gagal memanfaatkan dinamika politik domestik AS, seperti menargetkan ekspor dari negara bagian pendukung Partai Republik atau mendorong perusahaan AS untuk melobi pemerintahan Trump dari dalam.
Masa Depan Kesepakatan
Kesepakatan ini masih berupa kerangka awal, bukan perjanjian menyeluruh. Dalam beberapa bulan, negosiator dari Brussels dan Washington akan menyusun teks rinci dan menetapkan tanggal berlakunya tarif 15%. Mengingat rekam jejak Trump yang sering mengajukan tuntutan di menit-menit terakhir, UE harus bersiap menghadapi kemungkinan revisi. Kesepakatan ini memerlukan persetujuan dari negara-negara anggota UE dan pengawasan dari Parlemen Eropa, sebuah proses yang kemungkinan akan memakan waktu beberapa pekan.
Sementara itu, pemerintahan Trump menghadapi hampir selusin gugatan hukum yang menantang legalitas kebijakan tarifnya, dengan argumen bahwa Trump tidak memiliki kewenangan kongres untuk memberlakukan tarif secara sepihak. Jika gugatan ini berhasil, tarif bisa dibatalkan dan memicu negosiasi baru. Sejumlah tarif di sektor penting juga masih belum terselesaikan. Brussels masih mendorong pengecualian untuk minuman anggur dan alkohol, komoditas penting bagi Prancis dan Italia. Tarif yang lebih rendah untuk farmasi dan semikonduktor juga masih dalam pembahasan. Terakhir, janji UE untuk mengurangi hambatan non-tarif, seperti kompleksitas regulasi dan hambatan PPN, akan memerlukan negosiasi yang cermat agar tetap selaras dengan standar UE yang ada.