Mengungkap Rahasia Di Balik Algoritma Konsensus yang Mendorong Pertumbuhan Blockchain dan Kripto

Seconds.id - Teknologi blockchain Dan kriptocurrency terus bergerak maju, namun belum ada sistem yang dapat sepenuhnya menyeimbangkan ketiga aspek penting yaitu skalabilitas, keamanan, dan desentralisasi, sering kali dikenal sebagai Trilema Blockchain.
Akan tetapi, untuk investor dengan profil resiko high-risk Bagi mereka yang antusias terhadap kemajuan teknologi, situasi tersebut malah dapat menjadi suatu keuntungan tersendiri. Karena itu, peta industri pun ikut berubah. blockchain Masih ada berbagai proyek baru yang kemungkinan besar dapat menjadi jawaban untuk perkembangan teknologi di masa mendatang.
Akhirnya, untuk menarik investor yang mau terlibat lebih awal, diharapkan proyek tersebut akan menghasilkan laba melalui kenaikan nilai aset yang cukup besar.
Misalkan kita bicara tentang aspek algoritme konsensus, Bitcoin (BTC) yang menggunakan sistem konsensus Proof-of-Work (PoW) benar-benar kuat dalam hal keamanan serta dapat menjaga dekentalisasinya dengan efektif. Akan tetapi, tidak sedikit pula kerugiannya. Sebab itu, para penambang Bitcoin ( miners ) sebagai penemu blok serta pencatat transaksi harus menuntaskan berbagai rangkaian perhitungan matematis yang rumit lewat alat mereka.
Pada akhirnya, masalah skalabilitas muncul sebagai tantangan utama, sebab algoritme tersebut mengharuskan penggunaan daya listrik dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan jumlah transaksi yang dapat diverifikasi menjadi terbatas, dan di sisi lain, biaya transaksi berpotensi meningkat pesat ketika jaringan sedang padat.
Menurut laporan dari Cambridge Centre for Alternative Finance (CCAF), penggunaan energi listrik yang dikonsumsi per tahun untuk pertambangan Bitcoin telah naik 17% dan mencapai angka 138 TWh, ini setara dengan 0,54% dari total konsumsi listrik di seluruh dunia.
"Tagihan listrik merupakan komponen terbesar dalam biaya tambang Bitcoin, menyumbang hingga 80% dari total biaya operasional. Biayanya berkisar antara US$45 per MWh hanya untuk listrik, dan bisa naik menjadi US$55,5 per MWh jika termasuk biaya investasi pada jenis pembangkit listrik tertentu," ujar kepala riset Digital Assets Energy and Climate Impact CCAF Alexander Neumueller yang dilansir Jumat (3/5/2025).
Proses konsensus alternatif tetap terus dikembangkan sampai sekarang. Sebagai contoh, demi meningkatkan skalabilitas dan efisiensi penggunaan daya, telah hadir konsensus Proof-of-Stake (PoS), seperti sistem yang diadopsi oleh jaringan Ethereum.
Tidak seperti sistem PoW yang menghabiskan banyak energi dan memerlukan proses lebih lama, konsensus PoS membolehkan sebuah-validator-transaksi terpilih berdasarkan besarnya jumlah aset yang mereka miliki dan ikatkan ke dalam jaringan tersebut. staking ). Transaksinya menjadi lebih cepat, biayanya lebih murah, dan lebih efisien dalam penggunaan tenaga.
Meskipun demikian, tidak ada kesepakatan total. PoS masih memiliki kelemahan dalam hal risiko sentralisasi ketika aset terkait berada di tangan sejumlah kecil orang saja.
Di luar kedua kesepakatan utama itu, berbagai ide baru terus muncul untuk mencapai harmoni dalam segala aspek. Ini meliputi konsensus gabungan yang menggabungkan elemen-elemen dari pendekatan-pendekatan sebelumnya. upgrade kesepakatan bersama dengan penyesuaian spesifik, sampai menggunakan berbagai kesepakatan melalui pemisahan tugas-tugasnya. blockchain secara modular.
Misalnya, terdapat kesepakatan mengenai model Delegated Proof of Stake (DPoS) seperti pada platform EOS dan TRON, ataupun bukti sejarah Proof of History (PoH) yang dipergunakan oleh Solana, serta ada juga konsep Proof of Space atau Proof of Capacity. Semua metode tersebut adalah variasi dari evolusi PoS dan PoW dengan ciri-ciri unik dan tantangan tersendiri.
Terdapat pula gabungan antara PoS dan Proof of Authority (PoA), seperti yang diimplementasikan dalam ekosistem Binance. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kekurangan dari PoS dengan menggunakan keunggulan PoA, walaupun keduanya pada dasarnya sangat berbeda dengan konsep desentralisasi. blockchain .
Sebab itu, PoA pada dasarnya merupakan suatu sistem konsensus yang bergantung pada sekumpulan-validator yang dipilih untuk memvalidasi transaksi serta menciptakan blok baru. Masing-masing validator hanya mengandalkan integritas diri mereka sendiri sebagai penjamin kepercayaannya, menjadikan metode ini sangat cocok bagi jaringan berbasis swasta yang mendambakan efisiensi maksimal.
Menurut Akademi Pintu, PoA dihadirkan oleh Gavin Wood sebagai jawaban bagi transaksi yang lebih cepat dan efisien secara energi, khususnya dalam hal ini. blockchain Privat. Mengingat jumlahvalidatornya yang lebih terbatas, Proof of Authority (PoA) menawarkan kinerja yang sangat efisien serta peningkatan dalam hal skalabilitas jika dibandingkan dengan Proof of Work (PoW) dan Proof of Stake (PoS).
Pada sistem Proof of Authority (PoA), validator dipilih berdasarkan tingkat kepercayaan, catatan baik, dan dedikasi mereka terhadap jaringan. Setiap transaksi akan dicek oleh-validator ini. authority nodes "yang dipilih secara acak sebelum disertakan ke dalam blok baru," terangnya.
Keamanan PoA dipertahankan lewat pemilihan cermat para validator dan dampak negatif pada nama baik untuk pelaku pelanggaran peraturan.
Manfaat Proof of Authority (PoA) meliputi kemampuan komputasi rendah, skalabilitas tinggi, serta perlindungan terhadap serangan 51%. Akan tetapi, kekurangannya adalah bersifat lebih sentralistik dan adanya potensi manipulasi karena identitas validator dapat diketahui.
Campuran cepat dan aman membuatnya menjadi pilihan untuk bisnis atau lembaga yang berharap mengimplementasikan teknologi blockchain dengan pengendalian yang lebih baik.
Akhirnya, muncullah Proof-of-Burn (PoB), di mana para penambang harus menghancurkan sejumlah koin mereka untuk memvalidasi transaksi, serta Proof-of-Elapsed Time (PoET) yang didasarkan pada lotere adil. Masing-masing metode ini menawarkan kelebihannya sendiri.