Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Arus Dana Asing Menuju Bitcoin Melejit hingga Rp 669 Triliun, Harga Diprediksi Bakal pecahkan Rekor

Seconds.id - JAKARTA - Industri aset kripto sekali lagi menyentuh poin penting dalam sejarahnya. Berdasarkan data terkini, aliran dana yang mengalir ke Bitcoin telah melampaui nilai $40 miliar atau hampir sama dengan Rp 669 triliun sejak diluncurkannya Bitcoin Spot ETF di awal tahun 2024 ini.

Kenaikan aliran modal tersebut semakin dikuatkan oleh laporan mingguan itu. CoinShares pada pekan keempat April 2025, yang mencatat arus masuk sebesar US$ 3,4 miliar ke produk investasi aset digital, terbesar sejak Desember 2024 dan ketiga terbesar sepanjang sejarah.

Dari total itu, Bitcoin mendapat bagian terbesar dengan aliran dana US$ 3,18 miliar, diikuti oleh Ethereum yang menerima US$ 183 juta.

Sementara itu, altcoin seperti Sui dan XRP turut mencatatkan inflow setiapnya sebesar US$ 20,7 juta dan US$ 31,6 juta.

Bukan hanya masalah keuangan, transaksi beli pun mengindikasikan pola pengumpulan dalam jumlah besar.

Strategi, yang merupakan salah satu dari perusahaan publik dengan jumlah Bitcoin terbanyak, dikabarkan telah mengakuisisi tambahan 15.355 BTC bernilai US$ 1,65 miliar (setara dengan kurang lebih Rp 25,8 triliun) antara tanggal 21 sampai 27 April tahun 2025. Jumlah kepemilikan keseluruhan mereka saat ini sudah menembus angka menjadi 553.555 BTC.

Transaksi ini terjadi ketika harga Bitcoin naik dari US$ 87.000 hingga mendekati US$ 94.000, menunjukkan keyakinan pasar yang kuat pada mata uang kripto tersebut.

Menghadapi situasi tersebut, CEO Indodax, Oscar Darmawan, mengatakan bahwa fluktuasi signifikan ini mencerminkan ketertarikan yang semakin meningkat terhadap pasar cryptocurrency di seluruh dunia.

"Kita saat ini melihat bagaimana Bitcoin mulai tampil lebih menggiurkan sebagai aset simpanan jangka panjang berkat investasi dari lembaga besar. Tindakan beli oleh MicroStrategy serta dana ETF yang mendaftar mencerminkan keyakinan signifikan pada dasar-dasar Bitcoin," ungkap Oscar seperti dilansir Kamis (1/5/2025).

Oscar mengatakan bahwa aliran dana dari lembaga dapat menjadi pedoman yang berharga pula untuk para investor ritel di Indonesia.

Ia menambahkan, pertumbuhan ekosistem kripto kini lebih stabil karena didukung oleh regulasi yang terus berkembang dan adopsi yang kian meluas secara global.

Standard Chartered, salah satu bank multinasional ternama, memperkirakan bahwa Bitcoin berpotensi menembus harga US$ 150.000 pada akhir 2025.

Malahan, ATH (all time high) hanya diperkirakan bakal dicapai pada semester kedua tahun ini, berbarengan dengan peningkatan minat dari ETF serta dampak dari acara halving Bitcoin yang sudah terjadi pada bulan April 2024.

Perlu diingat, sesuai dengan analisis yang dilakukan oleh para ahli dari Standard Chartered, sebagian besar aliran masuk ke ETF pada saat ini bukan berasal dari investor ritel, tetapi lebih kepada lembaga seperti dana pensiun serta perusahaan pengelola aset besar. Ini menggambarkan bahwa minat akan Bitcoin cenderung memiliki orientasi jangka panjang dan relatif lebih stabil.

Selain itu, ETF dari BlackRock, yaitu iShares Bitcoin Trust (IBIT), telah menjadi salah satu ETF dengan pertumbuhan tercepat di sejarah keuangan Amerika Serikat.

IBIT menangani lebih dari 270.000 Bitcoin (BTC) yang setara dengan US$ 17,8 miliar per bulan sampai April 2025, melampaui ETF Ethereum serta instrumen keuangan turunan lainnya.

Oscar menganggap bahwa jika pola ini tetap berlangsung, maka harapan untuk harga Bitcoin mencapai kisaran US$ 100.000 tidak lagi di luar akal sehat.

“Bitcoin semakin diakui sebagai emas digital. Bedanya, ia jauh lebih mudah diakses dan didistribusikan lintas negara. Ini merupakan peluang strategis bagi masyarakat Indonesia untuk mulai berpartisipasi dalam aset digital global,” tegasnya.

Dia juga menyebutkan bahwa fenomena pembelian Bitcoin oleh lembaga keuangan ikut berkontribusi pada peningkatan aliran dana tersebut.

Pengadopsian lembaga seperti MicroStrategy mengindikasikan bahwa strategi Dollar Cost Averaging (DCA) masih dipakai bahkan oleh perusahaan berukuran global. Ini sesuai dengan pendekatan manajemen risiko yang terstruktur di industri finansial.

Oscar menyambut positif pendekatan proaktif pemerintah AS dan negara berkembang lainnya dalam menciptakan kerangka hukum untuk produk ETF crypto, yang secara keseluruhan menarik minat para investor internasional.

Oscar menginginkan tren tersebut bisa dijadikan pedoman bagi percepatan pendidikan publik dan penegasan pengertian tentang aset digital di Indonesia.